Quote:

Apa yang sudah ada di tangan, jangan sampai dilepas. Tekuni saja, pasti berhasil. - Gudeg Yu Djum -

Jumat, 22 Juli 2011

[Profil] Vanda Yulianti Oleh: Bung Choirul Rahmat

Si Amat akan mewawancarai seorang penulis cerita fiksi anak produktif serial Vava dan Caca
siapakah dia...?
Dialah Mbak Vanda Yulianti.....
(siap-siap, kamera......! rolling...! action...!)

Kenalan sebentar yuk dengan ibu 2 anak ini!,
Dalam hal menulis cerita fiksi anak, tidak tanggung-tanggung. Ibu 2 anak ini baru saja menerbitkan 6 seri sekaligus cerita fiksi anak berjudul  Serial Vava dan Caca (Gemar Pustaka Capricorn, 2011). Meski Vanda Yulianti sendiri mengaku tidak pernah menimba ilmu menulis secara formil, tapi alumni Desain Komunikasi Visual, Universitas Trisakti Jakarta ini termasuk produktif menulis cerita fiksi anak.

Secara terpisah, karya-karya Vanda pernah dimuat di berbagai media cetak nasional. Sebelum serial Vava dan Caca, owner Kemilau Indonesia (label produk batik) ini juga pernah menerbitkan buku cerita anak; Mirel The Sweet Butterfly (Erlangga, 2005) dan 10 Kisah Dongeng untuk Anak Indonesia 1-2 (Happy Happy Strategic & KFC, 2010).

Vanda Yulianti, Penulis Fiksi Anak

Yuk, kita simak waancara Si Amat dengan Bunda Vanda Yulianti.

Si Amat: Sebelumnya selamat atas terbitnya serial Vava dan Caca enam (6) seri sekaligus, Bisa anda menceritakan sekilas, bagaimana tahapan/proses menulis serial cerita fiksi anak sebanyak itu ?
Vanda: Terima kasih. Ide awal adalah membuat sebuah “serial”, yang akan sempurna jika tidak terbit satu persatu, tetapi sekian judul sekaligus. Tahapan awal, adalah menciptakan konsep serial itu, untuk usia berapa, dan tujuan konsep itu sendiri.  Selanjutnya, berkomunikasi dengan illustrator terpilih, karakter seperti apa yang diinginkan.
Saya cukup beruntung bahwa penerbit memberikan kebebasan saya untuk menciptakan konsep karya saya. Setelah tahap meeting demi meeting, plus sample ilustrasi yang disetujui oleh penerbit, mulailah seluruh naskah yang saya buat diolah secara visual judul per judul.

Si Amat: Apa ciri mendasar yang membedakan cerita fiksi untuk anak-anak dengan cerita fiksi untuk remaja dan dewasa ?
Vanda: Pertama yang harus diketahui oleh seorang penulis fiksi adalah obyek. Anak-anak sebagai obyek fiksi anak, tidak butuh buku yang rumit dan “memusingkan”. Yang mereka inginkan, tulisan yang tidak penuh, gambar yang menarik dan warna warni yang cantik. Ini yang membedakan cerita fiksi anak dengan remaja dan dewasa. Tinggal bagaimana si penulis mengolah dan membuat konsep buku ini menjadi buku yang berbeda, entah dari isi cerita, cara membacakan bukunya, dan banyak lagi. Contoh, buku Serial Vava dan Caca ini memiliki konsep Interactive Story Book. Apa itu? Serial ini selain sebagai buku cerita, juga sekaligus buku yang bisa diwarnai, ditulis huruf dan angka, bahkan anak bisa menempel foto mereka di dalamnya.

Si Amat: Anda pernah menulis cerita fiksi untuk pembaca dewasa ? Kalau boleh tahu, apa tantangan (kesulitan) terbesar yang anda temui saat menulis cerita fiksi anak ?
Vanda: Pernah. Menurut saya lebih sulit menulis cerita fiksi anak dibanding dengan fiksi dewasa, karena saya (sudah) bukan seorang anak. Menulis fiksi anak membuat saya harus menyelami dulu dunia anak (masa kini), baru bisa mengembangkan ide. Sementara menulis fiksi dewasa, sebagian besar adalah hasil pengamatan dan mungkin pengalaman pribadi saya. Lebih mudah, karena lebih menuangkan banyak hal sesuai usia saya.

Enam seri buku cerita fiksi anak "Serial Vava & Caca (Interactive Story Book)'. Dapatkan di toko-toko buku terdekat di kota Anda.

Si Amat: Sebagai orang dewasa, bagaimana anda tahu cerita fiksi yang (hendak dan telah) anda tulis sesuai dengan selera anak-anak ? Apa anda meminta seorang anak untuk menjadi first reader ?
Vanda: Beruntunglah saya yang sudah memiliki anak. Dua anak, dua karakter dan dua jarak usia yang jauh, Czeivand 10 tahun dan Vacha 5 tahun. Merekalah “obyek”  dan ide serta pengamatan untuk karya saya. Dan tentu saja, mereka “editor” pribadi saya. Semua naskah anak yang saya tulis, “lolos” editing di tangan mereka. Ya, mereka first reader favorit saya.

Si Amat: Anda belajar menulis cerita fiksi anak darimana ? Bisa dibagi cara dan metode anda mempelajari menulis cerita fiksi anak hingga saat ini.
Vanda: Saya tidak melalui pendidikan formil untuk bisa menulis. Yang saya mampu adalah berimajinasi dan menuangkan dalam bentuk tulisan. Latar pendidikan saya adalah S1 dari jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Trisakti, Jakarta. Saya juga tidak memiliki cara khusus atau metode yang spesial, yang saya mampu lakukan hanya mencatat ide dimana pun berada, buat saya ide datang dengan sendirinya, kapan saja.

Si Amat: Tolong dijelaskan kepada kami, tips-tips dasar menulis cerita fiksi anak, mulai dari tahap menentukan ide cerita, karakterisasi tokoh, menampilkan latar, memicu konflik dan menutupnya dengan resolusi.
Vanda: Seperti penjelasan saya di point 2, konsep adalah langkah awal menulis fiksi anak. Konsep apa yang mau diangkat? Lalu, setelah konsep matang, ide akan mengalir karena sudah memiliki “track”. Kenapa saya tekankan di konsep, karena konsep lah yang membedakan karya seseorang dengan orang lainnya. Konsep ini juga yang membantu seorang penulis untuk membangun karakter tokoh, menampilkan latar, memicu konflik hingga menutup cerita dengan tujuan yang tercapai.

Si Amat: Mengapa bagian pembukaan cerita fiksi anak -seolah menjadi pakem- dimulai dengan narasi –latar belakang “ Pada suatu masa ketika…” , “ Di sebuah negeri bernama…”? Sebagai perbandingan, fiksi dewasa lebih variatif dengan menampilkan konflik sebagai pembuka. Apa tanggapan & saran anda ?
Vanda: Jika penulis menulis dengan konsep yang kuat, percayalah, kalimat-kalimat “pakem” tersebut tidak akan ditulis ulang oleh penulis. Sebagai contoh ketika saya menulis 10 dongeng pada 2 Buku “10 Kisah Dongeng Untuk Anak Indonesia”, pembaca tidak akan menemukan kalimat pembuka “ Pada suatu masa ketika…” , “ Di sebuah negeri bernama…”?, sebagai ciri khas dongeng yang pernah ada. Saran saya, gali kreativitas dalam membangun imajinasi pembaca dengan kalimat pembuka yang berbeda, karena akan lebih baik jika seorang yang membaca buku Anda mampu menikmati kisah yang Anda tulis itu penuh dengan kejutan dari awal hingga akhir cerita.

Si Amat: Pertanyaan yang sama untuk bagian penutup. Umumnya cerita fiksi anak diakhiri dengan pesan moral berupa pernyataan lansung, tersurat, vulgar dan ‘menggurui’ dari sang penulis. Mengapa penulis tidak membiarkan pembaca (anak) menyimpulkan sendiri moral ceritanya ?

Vanda: Ketika menulis sebuah fiksi anak, posisikan diri kita adalah seorang anak, bukan orangtua, bukan guru, bukan kakak, bukan paman atau nenek dan kakek. Kita adalah teman mereka. Teman tidak menggurui, tidak menasehati, tidak sok tahu. Tetapi teman, adalah seorang yang bersama-sama belajar, bersama-sama bermain, bersama-sama tertawa, dan bersama-sama menyimpulkan sesuatu. Sejauh ini, ketika saya membuat sebuah fiksi anak, ada keinginan menyisipkan ilmu, wawasan, dan pengetahuan baru untuk anak-anak baik secara pengetahuan umum, sikap yang baik, dan tingkah laku yang terpuji. Tetapi karena saya adalah “teman” si pembaca kecil, semua pesan itu bisa disampaikan dengan kalimat persahabatan antar teman. Jadi, benar, biarkan saja pembaca menyimpulkan sendiri moral cerita. Biarkan mereka bermain dengan logika dan kemampuan berpikir mereka, penulis bukan pendikte, penulis sekedar pengantar cerita.

Si Amat: Bagaimana anda melihat prospek kategori fiksi anak dalam industri penerbitan/buku di tanah air ? kalau boleh tahu  orientasi anda sendiri menulis; masih sebatas sebagai hobby atau sudah dalam tahap komersial ?

Vanda: Prospek hingga saat ini sangat bagus. Penulis fiksi anak begitu banyak dengan beragam karya. Belum lagi karya para penulis kecil, salut melihat kecerdasan menulis mereka. Tinggal pengasahan ilmu menulis saja yang harus lebih dikembangkan di sekolah-sekolah, agar semakin banyak penulis hebat yang lebih baik. Orientasi saya menulis adalah hobi yang menghasilkan. Jika karya saya semakin digemari itu adalah bonus.

Si Amat: Banyak teman-teman kami yang bermotivasi untuk menjadi penulis cerita fiksi anak. Saya harap anda bisa memberi pesan motivasi berdasar pengalaman anda selama ini. Bagaimana cara memulai sampai bisa menembus media mainstream, sponsor dan penerbit.

Vanda: Semua pekerjaan membutuhkan networking yang baik agar pekerjaan lebih dikenal orang. Begitu juga menulis. Perbanyak bergaul dengan komunitas penulis, bergabung dengan milis penulis, jangan ragu menghubungi editor-editor dari penerbit-penerbit besar atau kecil. Langkah ini bisa menambah wawasan kita baik ilmu dan juga jaringan pertemanan.

Si Amat: Terima kasih Mbak Vanda, semoga teman-teman di kampung bunga terinspirasi!

Vanda: sama-sama ^__^ 

oke sahabat bunga, wah....
Si Amat baru saja pulang dari kediaman Bunda Vanda Yulianti.....
Emmmm sekarang Si Amat mau nyari makan dulu nih, laper soalnya... heheheheheheeeeee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar