Quote:

Apa yang sudah ada di tangan, jangan sampai dilepas. Tekuni saja, pasti berhasil. - Gudeg Yu Djum -

Kamis, 19 Mei 2011

Sang Pencuri Rantang (Romantika dari WR 05)

SANG PENCURI RANTANG
(ROMANTIKA WR 05)
Oleh: Ali Musafa

Di sebuah pagi buta, di saat aktivitas warga WR 05 mulai mengeliat, Tiba-tiba terdengar sebuah teriakkan yang cukup menggemparkan warga.

“Maling, maling, maling!”

“Maliiiing!!

Tong! Tong! Tong! ….

“Maliiing!”

“Malingnya bertopeng!”

Riyan Raditya, Choirul Rahmat, dan beberapa warga lainnya yang kebetulan memang mendapat jatah ronda sedang terlibat aksi kejar-kejaran dengan si maling tersebut. Sontak warga lainnya pun berhamburan dari kediamannya masing-masing.

“Apa yang hilang?” tanya salah seorang warga yang baru keluar dari rumah.

“Wah, aku sendiri kurang tau. Yuk! Kita ikut kejar saja.”

“Rantang!” tiba-tiba yang lainnya ikut menyahut.

“Rantang lagi?”

“Iya! Rumah Bu Nda Erliya yang kebobolan, dan beberapa rantangnya hilang!”
“Wah, ini tak bisa dibiarkan, kemarin di rumah Bu Dika Fatwa, kemarinnya lagi di tempat Pak Kasuk.”


“Ayo jangan banyak tanya kita kejar saja!”

”Iya, dan sebaiknya ada yang kasih tau Pak Kasuk juga.”

“Baiklah, biar aku saja. Kalian ikut kejar saja dulu, nanti aku akan menyusul dengan Pak kasuk.”

Mereka pun akhirnya menyusul warga yang lainnya, yang menuju ke arah tepian hutan.

***

Memang beberapa akhir ini,  berita kehilangan sesuatu yang berharga berupa rantang ramai di perbincangkan. Entah apa motifnya, kenapa harus rantang yang dicuri. Tentunya itulah yang masih menjadi tanda tanya sebagian besar warga WR 05.
Sebenarnya di sisi yang lain, justru ada warga yang merasa di untungkan. Terutama warga yang miskin rantang di WR 05. Karena tiba-tiba di rumahnya ada pengiriman rantang yang tidak tau siapa pengirimnya. Mereka yang mendapat rantang tersebut, tidak mengakui atau melaporkan. Mungkin mereka malah ketakutan, kalau-kalau merekalah bakal di tuduh mencuri. Hati kecil mereka pun mulai menebak-nebak jangan-jangan si pencuri adalah jelmaan Sunan Kali Jaga atau Robin Hood.

Dan warga yang tidak tau-menau tentang pengiriman rantang itu juga menebak-nebak.

“Jangan-jangan ada hubungannya dengan kasus teror bom yang ada di Indonesia,” celetuk salah seorang warga di saat kumpul-kumpul bersama.

“Huss! Jangan ngaco dan asal bicara,” sergah warga lainnya.

“Buktinya, dia sangat misterius.”

“Alah kamu, di mana-mana yang namanya pencuri itu pasti misterius.”

Begitulah desas-desus yang berhembus di antara warga. Tentunnya jaga malam pun semakin di galakan. Pos-pos ronda hampir tidak pernah sepi. Karena memang hampir semua warga penasaran pengin tau motif pencurian itu dan menangkap pelakunnya. Namun sang Maling begitu licin seperti belut, sehingga tidak mudah untuk di tangkap bahkan di pergoki sekalipun. Maka, semua warga pun berkumpul, bermusyawarah untuk merencanakan sesuatu. Guna penangkapan maling tersebut.

“Bagaimana kalau kita jebak saja?”

“Iya, betul kita jebak saja!”

“Betul! Kita jebak saja!”

“Betul!”

“Benul, eh betul.”

Dan saat itu pun warga sepakat untuk menjebak maling tersebut. Kasuk Ali Musafa yang memang sangat jago dalam masalah strategi memimpin langsung perencanaan penjebakan itu.

Mula-mula ada warga yang membuat isu tentang kepemilikan rantang. Lalu rumah warga yang dimaksud memiliki rantang itulah yang di intai para penjaga ronda. Warga pun sangat yakin, kalau tak-tik itu bakalan jitu untuk menjebak maling tersebut. Apalagi yang membuat tak-tik itu Kasuk sendiri yang tidak diragukan lagi kepiawiannnya. Dengan hati yang berdebar-debar terutama yang pas kebagian jatah ronda menunggu kehadiran maling itu. Namun satu hari, dua hari, tiga hari maling tidak datang juga.

Bahkan keadaan berbalik, karena yang kehilangan adalah rumah warga yang lainnya yang tidak di isukan memiliki rantang. Tentunya hal tersebut membuat warga semakin bingung bin keder.

“Sepertinya si Maling telah mengendus rencana kita,” ucap salah seorang warga pada saat kumpul-kumpul.

“Iya, sepertinya begitu.”

“Betulkan yang aku pernah bilang, dia itu sangat misterius.”

Warga yang lainnya mengangguk-angguk setuju, kalau yang tengah mereka hadapi bukanlah orang sembarangan. Mereka yang tengah berkumpul itu benar-benar sedang berpikir keras bagaimana carannya untuk menghadapi pencuri rantang itu.

“Aku tau.” Tiba-tiba suara Choirul Rahmat memecahkan keheningan itu.
Kontan semua mata orang yang berkumpul itu menatap Choirul Rahmat, mengharapkan ide yang cemerlang di keluarkan.

“Pasti dia pencuri kelas kakap yang yang mempunyai sindikat yang besar.” Itulah yang keluar dari mulut Choirul Rahmat.

“Yah kamu, aku pikir ada ide untuk menangkap pencuri itu, malah buat cerita baru,” celetuk warga yang lainnya.

Warga yang tengah berkumpul itupun akhirnya kembali diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing lagi.

“Aku tau.” Choirul Rahmat kembali angkat bicara.

Warga yang lainnya pun kurang merespon, karena dikira dia hanya akan membual lagi.

“Yang jaga ronda harus di tambah, jadi nanti ada yang jaga di pos, ada pula yang bertugas keliling. Kalau yang ini bagaimana?”

“Betul saya setuju.” Yang lain menyahut.

“Iya, saya juga setuju. Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Betul, kan!”

Akhirnya warga pun menambah petugas roda. Ronda semakin ketat.

Hingga pada suatu pagi buta terdengar sebuah teriakan yang mengagetkan warga.
“Maling, maling, maling!”

“Maliiiing!!

Tong! Tong! Tong! .…

“Maliiing!”

Riyan Raditya, Choirul Rahmat, dan beberapa warga lainnya yang kebetulan memang mendapat jatah ronda sedang terlibat aksi kejar-kejaran dengan maling tersebut. Maling ke pergok saat mencoba mencuri rantang di rumah ibu Nda Erliya. Pencuri pun lari dan warga memburunya. Dan pencuripun akhirnya tertangkap.

“Gebuki saja!”

“Bakar saja!”

“Buka topengnya!”

Plak, plak, plakk!

Buk!

 “Makan tuh, semangka!” Teriak Izzatul Millah sambil melepar beberapa buah semangka.

Pyarr! Pyar!

Semangka pun kontan pecah, ketika beradu dengan kepala maling.

Desig!

Uff! Arg, arkh!

Maling pun merintih, rintih kesakitan. Dia memegangi kepalannya.  Yang mulai merembes darah. Warga pun semakin banyak berdatangan. Dan ada pula yang melereinnya.

“Stop! Stop! Stop!”

“Kita jangan main hakim sendiri!”

“Sebaiknya, kita laporkan ke Pak Kasuk.”

“Sebaiknya kita buka topengnya saja!”

Bukk!

“Stop! Cukup, cukup, cukup!”

Dan beberapa warga yang sudah tidak sabar lagi, segera membuka topeng maling yang sudah tergeletak tak berdaya itu. Dan betapa terkejutnya setelah topeng di buka. Justru warga semakin tidak mengerti saat melihat wajah di balik topeng itu. Mereka saling bertatapan sendiri. Bahkan ada beberapa warga yang menubruk maling yang tengah kesakitan itu dan memeluknya. Bagaikan memeluk sang Pahlawan. Warga yang memeluk sang Maling itu adalah warga yang selama ini mendapat pengiriman rantang yang secara sembunyi-sembunyi. Tentunya membuat warga yang lain yang tidak tau soal pengiriman rantang yang sembunyi-sembunyi itu Semakin kebingungan.

***

Singkat cerita, akhirnya siapa Sang pencuri rantang itupun terbongkar. Motifnya pun terbongkar. Sang pencuri rantang itu adalah Kasuk mereka sendiri. Motifnya adalah tidak tahan dengan tingkah para warga yang kaya rantang tapi tidak mau berbagi dengan warga lainnya.

Dengan kejadian itu ada beberapa hikmah yang kemudian berpengaruh terhadap warga WR 05.

  1. Kasuk menyadari akan kesalahannya. Bahwa untuk mencapai sebuah ke adilan tidaklah harus menempuh dengan cara-cara yang salah.

  1. warga yang memiliki banyak rantang mau berbagi dengan warga yang lainnya. Ilmu itu jika di bagikan tidaklah akan berkurang. Justru akan bertambah.


  1. warga yang memiliki sedikit rantang tidak malas lagi untuk belajar memperoleh rantang (dengan tidak malu bertanya, dengan sering mengikuti pelatihan-pelatihan, dll)

Demikianlah romantika dari WR 05.  Kini mereka kembali hidup dengan penuh rasa kekeluargaan yang hangat. Saling memaafkan jika ada tetangga nyang salah. Saling Bantu-membantu, saling bahu-membahu. Penuh canda dan ceria, penuh cinta dan cita. Serta bahagia, sehat, aman, dan sentosa.


Jakarta, 19 Mei 2011


NB: Cerita ini hanyalah fiktif belaka maaf bila ada kesamaan nama dan peristiwa.

1 komentar: